Selasa, 23 November 2010

Kesaktian Pancasila, Makna dan Simbologi pancasila


Quantcast


Ahmed Fikreatif
1 Oktober di Indonesia diperingati sebagai hari kesaktian pancasila. Peringatan Kesaktian Pancasila ini berakar Pada sebuah peristiwa tanggal 30 September 1965. Konon, ini adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Oleh pemerintah Indonesia, pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Hari itu, enam orang Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun konon berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan.
Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kemunculan peringatan Kesaktian Pancasila disebabkan oleh gagalnya misi kaum Komunis mengganti dasar negara Indonesia. Karena kegagalan itulah selanjutnya Pancasila dianggap sakti, atau justru Pancasila kemudian dibikin sakral dan dianggap sakti.
Pancasila secara de yure dan de facto memang merupakan dasar negara Republik Indonesia resmi. Beberapa dokumen penetapannya ialah :
  • Rumusan Pertama : Piagam Jakarta – tanggal 22 Juni 1945
  • Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar – tanggal 18 Agustus 1945
  • Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949
  • Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950
  • Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Entah secara kebetulan atau tidak, ternyata Pancasila merupakan ajaran moral agama Budha. Dalam sebuah referensi disebutkan bahwa Pancasila merupakan filosofi negara Indonesia yang istilahnya diambil dari bahasa Sansakerta yang berarti lima tingkah laku baik. Pancasila sendiri merupakan ajaran dasar moral agama Budha, dimana ajaran tersebut dianut oleh pengikut Siddharta Gautama).
Di Dalam agama Budha, mentaati Pancasila dianggap sebagai sebuah Dharma. Dharma yaitu suatu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran dalam filsafat agama-agama (seperti kebenaran pluralisme).
Dharma Pancasila sendiri berisi ajaran-ajaran:
1.    untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
2.    untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan) guna mencapai samadi.
3.    untuk tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga) guna mencapai samadi.
4.    untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar / berbohong, berdusta, fitnah, omong-kosong (nilai kejujuran) guna mencapai samadi.
5.    untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan (nilai pembebasan) guna mencapai samadi.
Dalam bahasa Pali, isi Pancasila tersebut disebutkan sebagai berikut:
1.    Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
2.    Adinnādānā veramani sikkhapadam samādiyāmi
3.    Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi
4.    Musāvāda veramani sikkhapadam samādiyāmi
5.    Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhapadam samādiyāmi
Bahasa Pāli (पाऴि) adalah sebuah bahasa Indo-Arya dan merupakan sebuah bahasa prakerta atau prakrit. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa pengantar Sang Budha saat menerangkan ajarannya. Bahasa yang dipakai dalam kitab suci Tipitaka atau Tripitaka (lih. Wikipedia).
Jadi, secara umum, penulis dapat menarik suatu benang merah dan simpulan bahwa terminology Pancasila lebih tepat dikatakan berasal dan berakar pada ajaran agama Budha bukan pada akar kepribadian bangsa Indonesia secara umum.
Lantas, kenapa Pancasila dianggap SAKTI? Apakah Pancasila merupakan sebuah benda atau wujud atau sesuatu yang dianggap sebagai objek selayaknya Keris yang dilabeli kata SAKTI menjadi KERIS SAKTI?. Dimanakah letak sebenarnya Kesaktian Pancasila itu sementara Pancasila sendiri setuju atau tidak setuju tidak lagi ditaati sebagai sebuah jiwa yang menyatu pada diri bangsa Indonesia. Dimanakah letak Kesaktia Pancasila itu sementara Pancasila sendiri memiliki arti dan makna yang berbeda di setiap rezim yang memimpin negara ini? Lantas, apakah ada perbedaan kesaktian antara Kesaktian Pancasila dengan istilah KERIS SAKTI, KERA SAKTI, PUSAKA SAKTI, BIMA SAKTI, atau SAKTI MANDRAGUNA misalnya? Sekedar info, ternyata terminology kata SAKTI Sakti (kekuatan, kekuasaan atau energi) adalah sebuah konsep ajaran agama Hindu atau perwujudan dari aspek kewanitaan Tuhan (Baca: Dewata).
Sementara itu, lambang burung Garuda yang sering menjadi satu kesatuan frase dengan kata Pancasila menjadi GARUDA PANCASILA ternyata memiliki dasar filosofis tersendiri yang oleh beberapa kalangan disebut berasal dari akarYahudi.
“Simbol negara “burung Garuda” juga dapat ditelusuri asal-usulnya sebagai simbol Yahudi. Pemilihan simbol “burung Garuda” sendiri sebagai lambang negara adalah sebuah kontroversi karena hanya ditentukan oleh segelintir orang saja tanpa memperhatikan aspirasi mayoritas rakyat Indonesia. “Burung Garuda” memang ada dalam mitologi Hindu yang pernah menjadi agama mayoritas Indonesia di masa lalu, namun pada masa kemerdekaan, Hindu tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan.”)

“Agama Islam sendiri sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia setelah era Hindu juga tidak mengenal simbol “burung Garuda”. “Burung Garuda” juga tidak pernah benar-benar ada karena hanya sebuah mitos, berbeda dengan burung elang botak yang merupakan binatang asli Amerika. Karena bukan simbol asli bangsa Indonesia maka tidak ada lain simbol “burung Garuda” mengadopsi simbol-simbol kebudayaan asing yang memang memuja-muja simbol “burung mirip Garuda”, yaitu Yahudi yang gerakan Fremasonry-nya sangat berpengaruh sampai saat ini
Pengaruh Yahudi di Indonesia itu dimulai pada abad 18 melalui gerakan perkumpulan rahasia Vritmetselarij atau Freemasonry yang berkembang di kalangan elit Indonesia baik di kalangan orang-orang Belanda maupun pribumi: pejabat, bangsawan, pengusaha, ilmuwan, seniman/sastrawan dan kalangan intektual lainnya. Gerakan tersebut selanjutnya berkembang menjadi beberapa cabang seperti Himpunan Theosofi, Moral Rearmemant Movement (MRM) dan Ancient Mystical Organization of Ancient Mystical Organization of Sucen Cruiser (Amorc) dan sebagainya.
Orang-orang yang merancang simbol “burung Garuda” sebagai simbol negara adalah Sultan Hamid II, Ki Hajar Dewantoro dan Muhammad Yamin. Ketiganya adalah pengikut gerakan Vrijmeselarij dan Theosofi. Sedangkan Presiden Soekarno yang menetapkan simbol “burung Garuda” sebagai lambang negara juga berada dalam pengaruh Fremasonry melalui ayahnya yang merupakan anggota Perhimpunan Theosofi Surabaya.
Untuk menguak korelasi simbologi antara Simbol-Simbol Negara RI dengan Yahudi dan Zionisme silakan banyak membaca buku-buku karangan Herry Nurdi (Jejak Freemason & Zionis Di Indonesia, Penerbit Cakrawala); Ridwan Saidi (Fakta dan Data Yahudi di Indonesia), dan Muh Thalib & Irfan S Awwas (Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila, Penerbit Wihdah Press).
Kesimpulannya, pernyataan mengenai Pancasila dan segenap Lambangnya digali dari prinsip-prinsip luhur bangsa Indonesia ternyata tidak seperti yang diungkapkan dalam buku-buku formal di Toko Buku dan Perpustakaan atau yang pernah diajarkkan guru-guru PMP, P4, dan PPKn di bangku sekolah. Justru banyak budaya-budaya asing dan filosofis agama tertentu yang menjiwainya. Bahkan unsur Yahudi yang merupakan agama yang tidak diakui justru banyak memainkan peran pentingnya.
Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia yang bersifat majemuk.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga berperan sebagai pedoman dan penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku untuk semua pihak.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1.    Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.    Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
REFRENSI:
(http://cahyono-adi.blogspot.com/2009/08/pengaruh-yahudi-di-indon(http://salahketik.com/situs/kesehatan/makna%20pancasila.htmesia.htmludi-di-indonesia.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar